Minggu, 09 Mei 2010

Waktu Makan Pengaruhi Berat Badan


KURANGI makan dan tambah aktivitas fisik merupakan dua mantra menurunkan berat badan yang tentunya sudah tidak asing lagi di telinga Anda. Namun sekarang, temuan ilmiah menambah mantra baru: makanlah di waktu yang tepat.

Sebuah studi dari Northwestern University telah menemukan bahwa makan dengan waktu yang tidak teratur, misalnya di tengah malam saat tubuh ingin tidur, memengaruhi penambahan berat badan. Menurut peneliti, pengaturan energi oleh ritme circadian tubuh turut berperan. Ini merupakan studi pertama yang menemukan bukti antara waktu makan dan penambahan berat badan.

Peneliti mengungkap, memodifikasi waktu makan saja sangat memengaruhi berat badan. Tikus-tikus yang diberi diet tinggi lemak selama jam tidur normal mengalami penambahan berat badan yang jauh lebih besar (48 persen dari berat badan awal) dibandingkan tikus-tikus yang makan diet dengan tipe dan jumlah yang sama tapi pada jam bangun (20 persen dari berat badan semula). Asupan kalori dan jumlah aktivitas fisik dari kedua kelompok tikus tidak memiliki perbeaan statistik.

Jam circadian tubuh atau sistem waktu biologis tubuh, terang peneliti, mengatur siklus makan, beraktivitas dan tidur Anda. Jam tubuh menyesuaikan aktivitas ini dengan siklus gelap dan terang dari luar. Studi-studi baru-baru ini telah menemukan bahwa jam internal tubuh juga mengatur penggunaan energi. Artinya, waktu makan turut memengaruhi keseimbangan antara asupan kalori dan jumlah kalori yang digunakan.

Apa hubungan antara makan di tengah malam dengan penambahan berat badan? Berikut bebepara temuan peneliti seperti dikutip situs womenfitness.com:

Ukuran: Menunda waktu makan memicu konsumsi porsi yang lebih besar.

Kualitas makanan: Setelah seharian bekerja atau belajar di sekolah, makan beberapa potong pizza atau burger tentu jauh lebih menggoda dibandingkan sayur kukus atau ikan rebus.

Mengudap tanpa kontrol: Menghabiskan malam dengan belajar, jalan-jalan di pusat kota, atau menonton televisi mendorong Anda memilih kudapan cepat saji dan bergula yang kaya kalori.

Masalah kesehatan: Membiarkan perut kosong dalam jangka waktu lama, yang kemudian diikuti dengan makan besar bisa mengganggu interaksi antara kadar gula darah dan insulin. Gangguan interaksi ini membuat Anda lebih berisiko terserang diabetes tipe 2.

Kapan waktu terbaik untuk makan? Beberapa pakar menyatakan bahwa waktu paling tepat untuk makan adalah saat Anda merasa lapar. Rasa lapar ini, menurut pakar, merupakan pesan bahwa tubuh memerlukan energi. Masalahnya, beberapa orang selalu merasa lapar dan mengudap makanan tinggi energi.

Akan tetapi, waktu terbaik untuk mengonsumsi energi adalah saat tubuh berada dalam kondisi paling aktif. Pada waktu ini, metabolisme masih tinggi dan tubuh memerlukan enegri ekstra. Contoh terbaik adalah di pagi hari, awalilah hari Anda dengan sarapan yang baik.

Saat tidur, tubuh tidak memiliki suplai nutrisi hingga hampir 10 jam. Jadi, sel-sel dalam posisi siap untuk menggunakan asupan energi dari makanan. Selain itu, di pagi hari tubuh memerlukan nutrisi esensial, khususnya protein. Hal ini karena tubuh telah menggunakan protein dalam darah untuk membantu pemulihan otot-otot, rambut, kulit, dan kuku. Selain itu, tubuh juga menggunakan protein untuk menciptakan jutaan antibodi sebagai pertahanan melawan bakteri yang memasuki tubuh selama tidur. Artinya, tubuh memerlukan energi ekstra untuk menggantikan protein yang hilang.

Anda bisa mengurangi kalori di sisa hari. Ada baiknya membagi asupan kalori harian Anda ke dalam lima kali makan sehari. Awali dengan sarapan pagi, kudapan, makan siang, kudapan dan makan malam (dengan selang waktu tiga jam). Cobalah menghindari makan besar setelah jam sembilan malam.

Waktu makan yang tepat lainnya adalah setelah berolahraga. Cobalah makan besar sekitar 30 hingga 45 menit setelah mengikuti sesi latihan angkat beban. Dalam selang waktu ini, enzim-enzim yang bertanggung jawab untuk produksi energi berada dalam kondisi paling aktif sedang hormon-hormon yang menyimpan energi ditekan. Artinya, kecil kemungkinan energi akan disimpan menjadi lemak.

Karbohidrat akan langsung digunakan untuk memperbarui persediaan glycogen yang rendah akibat olahraga. Protein akan digunakan untuk membantu pemulihan dan pertumbuhan jaringan otot baru. Sedang sebagian besar lemak dari makann akan digunakan sebagai bahan bakar untuk reaksi-reaksi ini. Intinya, setelah olahraga, sebagian besar makanan cenderung digunakan untuk pemulihan. (IK/OL-08)


Sumber
MediaIndonesia.com

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

LABELS

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Lijit Search Wijit

Blog Archive