Rabu, 11 November 2009
Strees Yang Bertragedi
10.21 |
Diposting oleh
fikirjernih |
Edit Entri
TEKANAN hidup yang berujung stres memunculkan tanya, mengapa ibu tega menghabisi buah hatinya?
Entah apa yang dipikirkan Ismawati, 32, warga Bekasi, sampai tega menghabisi dua buah hatinya yang masih bayi. Mutiara Yusuf 1 tahun 6 bulan dan Fuadi Rasyid 5 bulan, tewas dengan kedua tangan terikat karet, tubuhnya kuyup dan ditutupi kain basah.
Diduga korban meninggal karena diceburkan ke bak mandi oleh ibu kandungnya. Mereka ditemukan di atas lantai rumah dalam keadaan basah.Menurut hasil penyelidikan sementara, diduga kuat kedua balita tersebut dibunuh sang ibu kandung.
Ini bukan pertama kali peristiwa seorang ibu yang tega menghabisi sang buah hati. Masih membekas peristiwa yang menggegerkan Bandung pada 2006 silam. Anik Koriah nekat menghabisi nyawa tiga anaknya sekaligus. Sarjana planologi itu kemungkinan mengalami depresi sehingga memicunya menghabisi ketiga buah hatinya.
Setahun berikutnya, seorang ibu dari Malang membunuh empat anaknya sebelum akhirnya bunuh diri. Perilaku diduga karena kesulitan ekonomi dan pertengkaran dengan suaminya.
Rentetan peristiwa tragis tersebut mengantarkan pertanyaan mengapa mereka tega melakukan tindakan tersebut? "Banyak faktor pemicu perilaku bunuh diri atau membunuh orang lain kemudian bunuh diri," papar psikiater dari Sanatorium Dharmawangsa, dr A Kusumawardhani SpKJ.
Perilaku bunuh diri merupakan salah satu bentuk agresi terhadap dirinya sendiri. Karena itu ada keinginan untuk merusak dirinya sendiri (destruktif). Sementara, tindakan membunuh merupakan agresi kepada orang lain di sekitar pelaku.
Kondisi tersebut dipicu oleh harapan-harapan yang tidak tercapai dan akibatnya marah. Muncullah dorongan agresivitas yang dirasakan pelakusebagaicaramenuntaskan persoalan yang dihadapi.
Menurut dokter yang akrab disapa Agung ini, kondisi akan diperparah ketika seseorang mengalami pemikiran yang di luar realitas. "Stimulus yang ditangkap pelaku melalui pancaindra seperti mendengar bisikan-bisikan untuk membunuh akan memengaruhi pemikirannya," beber alumnus Universitas Indonesia itu. Menurut dia, pelaku tidak bisa membedakan fantasi ataupun realita. Akibatnya, mereka mengikuti saja instruksi yang didengar.
Ketika pelaku melakukan instruksi dari halusinasi, mereka berpikir akan terbebas dari bahaya yang mengancam. Mispersepsi ini disebabkan kelainan pada struktur otak sehingga pelaku tidak mampu merespons dengan tepat stimulus pancaindra.
Pelaku tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan. Pelakuakan berusaha mempertahankan dari "bahaya halusinasi" dan meyakini kebenaran dari pemahaman yang salah. Di sinilah terjadinya perilaku ekstrem seperti membunuh atau bunuh diri.
"Karena mengalami halusinasi, pelaku juga tidak memandang orang yang menjadi targetnya. Sayang sekali, dalam kasus ini anak menjadi korban di tangan ibunya sendiri," lanjut dia.
Stres bisa jadi membuat orang menjadi psikotik menyebabkan halusinasi. Banyaknya keinginan, sementara kemampuan terbatas bisa membuat orang tertekan dan depresi.
Menghindarkan orang yang mengalami stres berat agar tidak melakukan tindakan ekstrem adalah mengajaknya bicara. Terkadang orang yang diajak bicara orang diam saja, jangan lantas berhenti mendengarkan.Ini bisa dilakukan oleh orang terdekat atau keluarga.
"Secara emosional, dengan bercerita ke orang lain akan mengurangi kadar tekanan masalah. Meski, masalah yang dihadapi belum tertangani dengan baik, setidaknya beban yang dipikul berkurang. Empati dari lingkungan akan sangat membantu," ujar psikolog dari Klinik Insani Sani B Hermawan Psi.
Menurut Sani, seseorang dibekali dengan coping behaviour yaitu kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Kendati demikian, kemampuan menyelesaikan masalah untuk masing-masing individu tidaklah sama.
Kembali Agung menambahkan untuk mencegah kasus bunuh membunuh ini, lingkungan terdekat harus tanggap melihat gelagat dan sikap yang berbeda dari orang tersebut.
Sumber : sindo//tty
Entah apa yang dipikirkan Ismawati, 32, warga Bekasi, sampai tega menghabisi dua buah hatinya yang masih bayi. Mutiara Yusuf 1 tahun 6 bulan dan Fuadi Rasyid 5 bulan, tewas dengan kedua tangan terikat karet, tubuhnya kuyup dan ditutupi kain basah.
Diduga korban meninggal karena diceburkan ke bak mandi oleh ibu kandungnya. Mereka ditemukan di atas lantai rumah dalam keadaan basah.Menurut hasil penyelidikan sementara, diduga kuat kedua balita tersebut dibunuh sang ibu kandung.
Ini bukan pertama kali peristiwa seorang ibu yang tega menghabisi sang buah hati. Masih membekas peristiwa yang menggegerkan Bandung pada 2006 silam. Anik Koriah nekat menghabisi nyawa tiga anaknya sekaligus. Sarjana planologi itu kemungkinan mengalami depresi sehingga memicunya menghabisi ketiga buah hatinya.
Setahun berikutnya, seorang ibu dari Malang membunuh empat anaknya sebelum akhirnya bunuh diri. Perilaku diduga karena kesulitan ekonomi dan pertengkaran dengan suaminya.
Rentetan peristiwa tragis tersebut mengantarkan pertanyaan mengapa mereka tega melakukan tindakan tersebut? "Banyak faktor pemicu perilaku bunuh diri atau membunuh orang lain kemudian bunuh diri," papar psikiater dari Sanatorium Dharmawangsa, dr A Kusumawardhani SpKJ.
Perilaku bunuh diri merupakan salah satu bentuk agresi terhadap dirinya sendiri. Karena itu ada keinginan untuk merusak dirinya sendiri (destruktif). Sementara, tindakan membunuh merupakan agresi kepada orang lain di sekitar pelaku.
Kondisi tersebut dipicu oleh harapan-harapan yang tidak tercapai dan akibatnya marah. Muncullah dorongan agresivitas yang dirasakan pelakusebagaicaramenuntaskan persoalan yang dihadapi.
Menurut dokter yang akrab disapa Agung ini, kondisi akan diperparah ketika seseorang mengalami pemikiran yang di luar realitas. "Stimulus yang ditangkap pelaku melalui pancaindra seperti mendengar bisikan-bisikan untuk membunuh akan memengaruhi pemikirannya," beber alumnus Universitas Indonesia itu. Menurut dia, pelaku tidak bisa membedakan fantasi ataupun realita. Akibatnya, mereka mengikuti saja instruksi yang didengar.
Ketika pelaku melakukan instruksi dari halusinasi, mereka berpikir akan terbebas dari bahaya yang mengancam. Mispersepsi ini disebabkan kelainan pada struktur otak sehingga pelaku tidak mampu merespons dengan tepat stimulus pancaindra.
Pelaku tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan. Pelakuakan berusaha mempertahankan dari "bahaya halusinasi" dan meyakini kebenaran dari pemahaman yang salah. Di sinilah terjadinya perilaku ekstrem seperti membunuh atau bunuh diri.
"Karena mengalami halusinasi, pelaku juga tidak memandang orang yang menjadi targetnya. Sayang sekali, dalam kasus ini anak menjadi korban di tangan ibunya sendiri," lanjut dia.
Stres bisa jadi membuat orang menjadi psikotik menyebabkan halusinasi. Banyaknya keinginan, sementara kemampuan terbatas bisa membuat orang tertekan dan depresi.
Menghindarkan orang yang mengalami stres berat agar tidak melakukan tindakan ekstrem adalah mengajaknya bicara. Terkadang orang yang diajak bicara orang diam saja, jangan lantas berhenti mendengarkan.Ini bisa dilakukan oleh orang terdekat atau keluarga.
"Secara emosional, dengan bercerita ke orang lain akan mengurangi kadar tekanan masalah. Meski, masalah yang dihadapi belum tertangani dengan baik, setidaknya beban yang dipikul berkurang. Empati dari lingkungan akan sangat membantu," ujar psikolog dari Klinik Insani Sani B Hermawan Psi.
Menurut Sani, seseorang dibekali dengan coping behaviour yaitu kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Kendati demikian, kemampuan menyelesaikan masalah untuk masing-masing individu tidaklah sama.
Kembali Agung menambahkan untuk mencegah kasus bunuh membunuh ini, lingkungan terdekat harus tanggap melihat gelagat dan sikap yang berbeda dari orang tersebut.
Sumber : sindo//tty
Artikel Yang Berhubungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lijit Search Wijit
Blog Archive
-
▼
2009
(48)
-
▼
November
(48)
- Antidepresan Tak Terlalu Efektif Mengatasi Depresi
- Waspadai Kanker Kolorektal
- Ritual Pelengkap Terapi
- Flu Merebak di Musim Hujan
- Tak Mau Gemuk, Cobalah Sarapan Pagi
- Susu Kambing Jadi Pilihan
- Pemulihan Cepat Katarak
- Waspadai DBD dengan Penanganan yang Tepat
- Terobosan Pengobatan Tulang Punggung
- Lahir dari Gen Bahagia
- Berapa Lama Paru-Paru Anda Bertahan?
- Kebutuhan Tidur, Haruskah 8 Jam?
- Katarak Penyebab Kebutaan
- Gemuk Tapi Sehat
- Usia Vs Berat Badan
- Kanker Penyakit Karena Mengubah Gaya Hidup
- Mendeteksi lebih dini kanker Serviks
- Kanker Payudara dan cara Penyembuhan nya
- Macam-macam penyebab Diabetes
- Strees Yang Bertragedi
- Makanan Pengancam Paru-Paru
- Teh Rosella, Penurun Kolesterol Sekaligus Antioksidan
- another benefit from tea
- Jenis Makanan yang Membuat gemuk
- Memahami Metabolisme Glukosa Anda
- Salah Satu cara Menyembuhkan Vertigo
- Sel Punca untuk Obati AIDS dan Diabetes
- Ahli Kesehatan di Yunani Kontra Vaksin Flu Babi
- Normalkah tumbuh kembang Anak ?
- Gangguan pada mata
- Kedelai bagi pasien gagal ginjal
- Pil cocok untuk tunda kehamilan pertama
- Cegah sejak dini, yuk...
- Bukan hanya karena usia lanjut
- Operasi katarak tak lagi menakutkan
- Aturan Main Berkawat Gigi
- Tips Anak umur 12 th masih ngompol
- Pengobatan Sinusitis
- KE KENTALAN DARAH DALAM TUBUH, MENGAPA TERJADI???
- Layanan Kesehatan Jangan Dibedakan
- Penyebab Bengkak Kaki
- Sebaik Apakah Susu bagi Tubuh?
- Minum Susu Justru Sebabkan Osteoporosis?
- INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI MIRINGOPLASTI CANGKOK ...
- Penanganan Gendang Telinga Robek dengan Miringopla...
- Arti Dari Stroke
- Penyakit Varises pada Kantong Zakar
- Menangkal Biang Keringat
-
▼
November
(48)
0 komentar:
Posting Komentar