Senin, 07 Juni 2010
Kerancuan Kelamin Butuh Deteksi Dini

OLEH HARRY SUSILO
Mencuatnya kasus Alterina Hofan hanya fenomena gunung es dari banyaknya penderita kerancuan kelamin di Indonesia. Namun, kasus itu menunjukkan ironi bahwa penderita kerancuan kelamin masih menjadi korban atas ketidaktahuan masyarakat.
Sebagai gambaran, Alterina Hofan dituntut jaksa tujuh tahun penjara karena dituduh memalsukan identitas—sebelumnya perempuan menjadi laki-laki pada Desember 2006.
Padahal, Alter kemudian diketahui sebagai penderita sindrom klinefelter. Penderita dengan kromosom XXY ini memiliki ciri-ciri fisik layaknya perempuan, seperti payudara yang tumbuh dan tidak munculnya rambut di beberapa bagian tubuh, tetapi berjenis kelamin laki-laki secara genetik.
Ketua tim penyesuaian kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang, Sultana, mengatakan, sindrom klinefelter hanya satu dari sekian banyak kasus kerancuan kelamin. Kerancuan kelamin ini bisa disebabkan penyimpangan kromosom atau mutasi gen. Juga diduga ada pengaruh eksternal, seperti penggunaan obat hormonal pada ibu hamil.
Umumnya, penyakit ini bukan disebabkan faktor turunan. Namun, untuk kasus Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH), penyakit yang dialami penderita didapat dari orangtua yang memiliki gen pembawa (carrier). Penderita CAH adalah perempuan yang mengalami pembesaran klitoris menyerupai penis sehingga sering kali dikenali sebagai laki-laki.
Secara garis besar, penderita kerancuan kelamin dapat saja laki-laki dengan fisik perempuan ataupun sebaliknya, seperti pada kasus CAH. Gejalanya bervariasi tergantung dari stadium.
Biasanya, laki-laki yang menderita kerancuan kelamin memiliki penis dan testis kecil, disertai tumbuhnya payudara. Bahkan, ada juga yang sampai mengalami hipospadia atau bocornya saluran kencing di antara scrotum sehingga air seni tidak keluar melalui ujung penis.
Jika kasus ini menimpa perempuan, penderita akan terlihat seperti laki-laki karena payudara tidak tumbuh, klitoris membesar menyerupai penis, perkembangan tubuh seperti laki-laki, dan kadang berjakun.
Ahli andrologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro sekaligus anggota tim penyesuaian kelamin, Zulfa Juniarto, mengungkapkan, peluang adanya penderita kerancuan kelamin 1 : 4.500 kelahiran bayi.
Deteksi dini
Kerancuan kelamin atau interseks berbeda dengan transeksual. Dalam kasus kerancuan kelamin, perkembangan fisik tidak sesuai dengan gen atau kromosomnya. Sedangkan dalam kasus transeksual, perkembangan fisik tak sesuai dengan psikis dari pasien yang bersangkutan.
”Secara genetik dan fisik, pasien transeksual tidak memiliki masalah. Hanya saja, kejiwaannya tidak sesuai dengan perkembangan fisiknya,” kata Zulfa.
Untuk menangani kasus kerancuan kelamin, perlu deteksi dini berupa pemeriksaan kromosom dan deoxyribonucleid acid (DNA) pada bayi yang baru lahir, mengecek ada-tidaknya kelainan.
Deteksi itu guna menghindarkan dampak psikologis dan hukum yang dapat diterima penderita kerancuan kelamin pada kemudian hari. ”Kesadaran itu belum ada pada diri dokter ataupun penolong persalinan yang tidak tahu,” ujar Sultana.
Dalam kondisi tertentu, pemeriksaan pada masa kehamilan atau prenatal diagnosis juga diperlukan untuk memastikan ada tidaknya kecacatan pada janin. Pemeriksaan ini dilakukan jika terdapat faktor risiko tertentu pada ibu, seperti hamil di atas usia 35 tahun, pernah memiliki anak yang menderita kerancuan kelamin, dan pernah mengalami keguguran berulang.
Kesalahan dalam identifikasi kelamin pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal ketika si anak sudah telanjur dewasa. Sebagai contoh, seorang yang secara genetik berjenis kelamin laki-laki, tetapi menjalani hidup dari kecil sebagai perempuan, akan terbiasa menggunakan cara pandang dan orientasi seksual seorang perempuan. ”Untuk itu, ketika diputuskan untuk kembali menjadi laki-laki, yang diubah tidak hanya fisiknya, tetapi juga sisi psikologisnya,” kata Anastasia Ediati, ahli psikologi dalam tim tersebut.
Aspek psikologis
Sejak 2004, tim penyesuaian kelamin RSUP dr Kariadi telah menangani lebih dari 500 kasus. Sebelas penderita di antaranya akhirnya menjalani operasi pergantian kelamin.
Dalam tim itu ada berbagai ahli, seperti genetika, andrologi, urologi (rekonstruksi kelamin), psikologi, psikiatri, anestesi, endrokinologi (ahli hormon), radiologi, patologi klinik, dan pemuka agama.
Sebelum memutuskan ganti kelamin, tim dokter harus sudah mengetahui jenis kelamin yang sesuai dengan kromosom atau gen serta aspek psikologis penderita. Penderita akan menempuh proses panjang melalui beragam konsultasi. ”Meski sudah diketahui kromosomnya, jika ada penolakan dari penderita karena belum siap berganti kelamin, kami tidak bisa memaksa,” ujar Anastasia.
Menurut dia, kondisi psikologis penderita sangat dipengaruhi lingkungan sekitar. Adanya penilaian negatif dari masyarakat terhadap kondisi fisik penderita semakin membuat yang bersangkutan menutup diri dan sulit menerima keadaan dirinya. ”Padahal, mereka sangat butuh dukungan karena dianggap berbeda dengan fisik orang pada umumnya,” ucap Anastasia.
Karena itu, faktor penting lainnya adalah perlunya edukasi dan sosialisasi mengenai kerancuan kelamin agar masyarakat dapat menerima penderita.
Selama ini, kendala terbesar dalam penanganan penyakit ini adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri. ”Biasanya kalau hanya penis dan testis kecil, laki-laki tidak akan datang berobat karena merasa normal. Padahal, kalau tidak diperiksakan mana bisa ketahuan,” kata Sultana.
Sumber
KOMPAS
Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html
Artikel Yang Berhubungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lijit Search Wijit
Blog Archive
-
▼
2010
(1196)
-
▼
Juni
(353)
- Sembilan Makanan Pembuat Tidur Pulas
- Snack Sehat Perjalanan Mudik
- Batasi Makanan dan Tetap Sehat Saat Puasa
- Puasa Kuras Sistem Pencernaan
- Pare, Buah Pahit Banyak Manfaat
- Pare Bantu Turunkan Gula Darah
- Jus Jeruk Kikis Email Gigi
- Menggosok Gigi Hindarkan Sakit Jantung dan Stroke
- Biasakan Gosok Gigi sejak Dini
- Banyak Anak Gigi Tanggal
- Orang Gemuk Punyai Lubang Gigi Lebih Banyak
- Makin Berat di Usia 50 Gandakan Risiko Diabetes
- Aborsi Akibatkan Kanker Payudara
- Botox Picu Kerutan Ekstra
- Botox Lumpuhkan Ekspresi Emosi
- Jari-jari Kecil Tanda Indera Peraba Kuat
- Indera Peraba Pengaruhi Pikiran
- Nonton Televisi Perbesar Risiko Jantung
- Cinta Jauhkan Remaja jadi Pemabuk
- Diabetes Gandakan Risiko Serangan Jantung
- Jaringan Otak Pengaruhi Kepribadian
- Diabetes Turunkan Daya Otak
- Rahasia Otak Perempuan
- Melatih Otak Dengan Jelajah Internet
- Otak tidak Bergantung pada Penglihatan?
- Sistem Tubuh Perempuan Berisiko Serang Sprema
- Simetri Tubuh Gambarkan Tingkat Kecerdasan
- Pegang Ponsel Terlalu Lama Picu Stres Saraf
- Stres Picu Psoriasis
- Jengkel Picu Serangan Jantung
- Pasangan Picu Stres Lebih Besar Ketimbang Atasan
- Mimpi Buruk? Temukan Alasannya
- Mimpi Buruk Berpengaruh pada Kesehatan
- Kenali Jenis Kolesterol yang Anda Konsumsi
- Lima Makanan Penurun Kolesterol Jahat
- Serat Larut Oatmeal Turunkan Kolesterol
- Diet Rendah Kolesterol
- Pilihan Makanan Rendah Kolesterol
- Mata Malas - Gangguan Pada Mata si Kecil
- Bagi Yang Suka Ciuman Wajib Baca: Infeksi Akibat B...
- Daftar Tulang-tulang yang Penting untuk Tubuh
- Mengapa Siklus Menstruasi Tidak Teratur?
- Insomnia Sebabkan Kematian?
- Terapi Gelombang Kejut Atasi Impotensi
- Cara Tepat Memakai Sunblock
- Hobi Mengunyah Es Tanda Anemia?
- Hepatitis C, Bolehkah Punya Anak?
- Olahraga Sebagai Obat Depresi
- Pria Tak Setia Saat Pasangannya Sakit?
- Bercinta Tiap Hari, Normalkah?
- Bedah Jantung Barnard
- Terapi Sel Punca Kembalikan Penglihatan
- RS Publik, Tugas Mulia, Beban Segunung
- Menjamin Akses Pelayanan Kesehatan Warga
- Enam Anak Balita Kecanduan Rokok
- Warna Mobil Rentan Kecelakaan
- Efek Dahsyat Sentuhan
- Kikis Lemak di Perut dengan Avokad
- Kemesraan Luntur Akibat Mendengkur
- Minyak Goreng Rendah Lemak Dari Limbah Ikan
- Benarkah Pria Lebih Pilih Gadget dari Wanita
- Rp 550 Miliar untuk Penanganan Penyakit
- Mimisan Tak Hanya pada Anak
- Mimisan tak Selalu Ringan
- Aroma Ini Bisa Bikin Langsing
- Olahraga Lawan Kecanduan Alkohol
- Salah Pilih Tambalan Gigi Bikin Alergi
- Mengatasi Gigi Berlubang
- Sebaiknya Periksa Gigi Tiap Enam Bulan
- Kimia Plastik Sebabkan Gangguan Haid
- Cantik dengan Riasan Natural
- Kuku Sehat, Kuku Kuat
- Apakah Kekasih Anda Sudah 'Dewasa'
- Empat Hal Paling Diidam-idamkan Wanita
- Serangga, Camilan Favorit Salma Hayek
- Dua Kali Gagal Menikah, Apa yang Salah?
- Benarkah Pasangan Egois Lebih 'Hot' Bercinta
- Ruangan Padat, Pekerja Sakit
- Kuman yang Resistan Terus Bertambah
- Mengapa Wanita Lebih Sensitif pada Stres
- 'Global Warming' Perparah Penyakit Infeksi
- Koreksi Postur Bebaskan Nyeri
- Supel, Buat Diri Makin Menarik
- Bayi Caesar Rentan Alergi
- Hindari Ngemil Saat Nonton Piala Dunia
- Seberapa Perlu Foreplay
- Telepon Genggam Pemeriksa Kesehatan
- Sok Paling Kuasa Vs Realitas
- Penyakit Menular Seksual Meningkat?
- Gejala 'Menopause' pada Pria
- Mata Menggoda di Balik Kacamata
- Sehat dengan Makanan Organik
- Ciuman Ibu Lindungi Bayi dari Infeksi
- Yang 'Haram' Dipikirkan Saat Bercinta
- Teh dan Kopi Kurangi Resiko Penyakit Jantung
- Jangan 'Menabung' Stres
- Hidup Penuh Tawa Bikin Awet Muda
- Evaluasi Lensa Kontak Tiap 6 Bulan
- Perawat Tak Kalah dengan Dokter
- Berapa Lama Wanita Berdandan
-
▼
Juni
(353)
0 komentar:
Posting Komentar