Sabtu, 05 Juni 2010

Demam makan tulang


Lazimnya, tulang ayam sisa santapan yang diberikan kepada kucing peliharaan. Namun, cerita yang dituturkan Beni Setyawan sungguh berbeda. Alih-alih menyisihkan tulang sisa santap siangnya kepada si hewan kesayangan, justru si pemiliklah yang ketagihan terhadap rasa tulang ayam yang gurih.

“Daging ayamnya malah dibagikan kepada kucing peliharaan. Dia sendiri lebih suka menyantap tulang ayam,” tutur Beni Setyawan, pemilik warung ayam tulang lunak Bengawan di Jl R Sutami, Solo, saat mengisahkan pengakuan salah satu pelanggan setianya.

Manusia makan tulang? Kedengarannya janggal ya? Tekstur tulang kan cukup keras? Karena itu gigi manusia acap kali sulit mencernanya. Tapi bila menilik tulang ayam sajian warung ayam tulang lunak milik Beni, hal itu malah bisa jadi lumrah.

Maklum saja, tulang ayam yang disajikan di tempat itu terasa empuk karena dimasak selama dua hingga tiga jam dalam panci presto bertekanan tinggi. Bukan hanya mudah dikunyah, tekanan tinggi panci presto juga membuat bumbu racikan khas Beni merasuk hingga ke dalam tulang. Hasilnya, tulang empuk dengan rasa khas berupa perpaduan sumsum tulang dengan bumbu khas yang gurih berhasil membuat banyak orang tergila-gila.

Warung ayam tulang lunak milik Beni pun nyaris tak pernah sepi pembeli dan hampir selalu kebanjiran pesanan. Padahal, sajian ayam goreng Bengawan ini boleh dibilang sangat sederhana.

Setiap porsi ayam goreng berisi potongan paha atau dada ayam yang digoreng garing kecokelatan, disajikan berdampingan dengan sambal dan lalapan. Harganya relatif murah, Rp 7.500 per porsi. Sementara untuk ayam kampung goreng dibanderol Rp 12.000 per porsi. Mau ayam utuh tulang lunak juga bisa, harganya Rp 37.500. Bagi yang doyan makan kepala ayam, boleh juga menjajal menu kepala ayam tulang lunak seharga Rp 2.500 per porsi.

Tak bersisa
Menyantap kepala ayam yang biasanya membutuhkan sedikit kesabaran lantaran tulang kepala yang kecil sulit dikunyah, kini bisa dilahap habis tak bersisa. “Bahkan paruhnya juga enak dimakan,” imbuh Beni.

Namun di Solo yang penduduknya terkenal hobi makanan enak dan murah, Beni bukan satu-satunya penyedia sajian ayam tulang lunak. Sedikit bergeser ke tengah kota, ada Warung Ayam Tulang Lunak Mbak Titik di Jl H Samanhudi yang juga layak disambangi. Di situ selain rasa keremesnya yang istimewa, tulang ayam yang empuk pun jadi nilai lebih.
Rasa asli tulang masih sangat mendominasi dan paling sedap bila disantap belakangan. “Lebih terasa sensasi makan tulangnya,” kata Joko salah satu pembeli.

Masih dari kawasan tengah kota, ada pula Ayam Bakar Parahyangan di sekitar perempatan Gedung Tiga Serangkai. Warung spesialis ayam ini, meskipun menyediakan beberapa menu ayam seperti ayam goreng dan ayam bakar, namun paling terkenal dengan menu ayam bakar pedasnya. Tiap-tiap porsi berisi satu bagian ayam yang bisa pilih bagian dada atau paha. Harganya Rp 9.000 per porsi.

Bagian luar ayam bakar Parahyangan yang bercampur bumbu pedas langsung menyergap pada gigitan pertama dan bakal terus bertahan hingga suapan terakhir. Dominasi rasa pedas membuat sajian ini berbeda dengan kebanyakan ayam bakar di Solo yang lebih didominasi rasa manis. Tekstur dagingnya empuk, begitu pula tulangnya.

Sragen
Demam makan tulang, toh tak hanya menghinggapi warga Solo. Di Sragen, warung ayam goreng tulang lunak pun tak sepi penggemar. Salah satu penyaji hidangan tulang lunak di wilayah itu adalah Exxo Resto yang berlokasi di Jl Solo-Purwodadi km 20. Meski lokasinya jauh dari pusat kota, hidangan tulang lunak Exxo Resto sangat istimewa.

Kulit ayam tersaji garing, kontras sekali dengan daging dan tulang yang super empuk. Meski mudah digigit, tekstur serat daging masih terasa sementara bagian tulangnya walau tampak kokoh ternyata cukup bersahabat dengan gigi. Saat sampai di mulut, Anda bahkan tak perlu repot terlalu keras mengunyah karena bagian sumsum tulang malah lumer.


Sumber
Solopos.com


Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

LABELS

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Lijit Search Wijit

Blog Archive