Minggu, 05 Desember 2010

Pria Betah Melajang Berpotensi Bunuh Diri

INSIDEN bunuh diri kembali terjadi di Jakarta, Selasa (30/11). Yang mengagetkan, pada tempo hari itu terjadi dua aksi bunuh diri. Kejadian itu tentu membuat kita bertanya-tanya, mengapa sang pelaku memutuskan untuk melakukan aksi nekat tersebut? Dan, bagaimana cara mendeteksi dini mereka yang cenderung mengambil keputusan untuk bunuh diri?

Sekitar pukul 14.55 WIB, warga di sekitar Gajah Mada Plaza terkejut dengan aksi yang dilakukan Suhunan Sjahrir, 54. Ia nekat terjun bebas dari lantai 7 gedung tersebut. Saat ditemukan, ia telah tewas dengan tubuh korban dalam kondisi kaki patah, kepala pecah, dan bahu kanan patah. Tak lama setelah kejadian itu, pada pukul 16.30, seorang pria berusia 50 tahun bernama Djukri Salim, melompat dari lantai 5 Mal Ciputra. Ia diduga bunuh diri dan tewas seketika.

Memang tak mudah mengenali karakteristik orang yang berkeinginan bunuh diri. Tetapi, ada beberapa hal yang dapat dijadikan isyarat pada remaja yang ingin mengakhiri hidupnya, antara lain perubahan sikap yang semula periang berubah menjadi pemurung, yang tadinya mudah bergaul, tiba-tiba menarik diri dari pergaulan dan lingkungannya.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian, diketahui, mereka yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri adalah kaum pria dengan usia di atas 45 tahun, lajang, tidak mempunyai pekerjaan, dan terisolasi dari masyarakat. Adapun pada pasien cenderung melakukan bunuh diri biasanya mereka yang menderita penyakit fisik kronis dan menderita gangguan mental.

Penyebab
Banyak hal yang membuat pelaku nekat mengakhiri hidupnya. Namun alasan yang paling banyak dijumpai yakni faktor keputusasaan dalam menjalani hidup, seperti terhimpit masalah ekonomi, hubungan yang tidak harmonis dengan pasangan, konflik interpersonal, kehilangan orang terkasih, penyakit yang tak kunjung sembuh, hingga terkena bencana alam. Berbagai faktor penyebab bunuh diri ini sebenarnya berpangkal pada satu masalah. Yaitu faktor kejiwaan alias depresi.

Pengobatan
Memang kini banyak pengobatan yang diupayakan meredam keinginan bunuh diri. Namun, bila sudah akut, ada pilihan terakhir yakni terapi electroconvulsive therapy (ECT). Terapi ini bisa dilakukan bila semua metode dan pengobatan pada pasien dinilai tak berhasil.

Pada pasien yang mengalami depresi yang tergolong akut dan sudah kebal terhadap obat antidepresan, terapi ECT patut dipertimbangkan. Biasanya terapi ini dilakukan sebanyak 6 hingga 12 kali, meski pada beberapa kasus hanya membutuhkan 2-3 kali perawatan. ECT dilakukan dengan mengalirkan listrik melalui dua elektroda yang dilekatkan pada daerah temporal kepala. Sebelum menjalani pengobatan, pasien diberikan anestesi umum dan menerima relaksasi otot guna
mencegah cedera.

Dalam penelitian terhadap pasien yang menjalani terapi ECT, ditemukan bahwa 80 persennya merasa sangat terbantu dengan pengobatan tersebut. Sebanyak 75 persen bahkan mengaku tak merasa takut lagi menjalani ECT seperi halnya waswas saat ke dokter gigi. (Pri/OL-06)



Sumber
MediaIndonesia.com


Website yang berhubungan :
Tentang Aku
Sentuhan Rohani
Trik and Tips
Info Pendidikan
fikirjernih
Puisi-Puisi Ku

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

LABELS

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Lijit Search Wijit

Blog Archive